Potensi Lokal: Bupati Sumenep A Busyro Karim mendapat sambutan budaya Bajo saat berkunjung ke Pulau Sapeken, beberapa hari lalu. Dalam kesem...
Ada yang unik dengan budaya dan karakter masyarakat Sumenep yang hidup di daerah Kepulauan Sapeken. Sebagai bagian dari daerah Madura, masyarakat yang hidup diujung timur Sumenep ini ternyata tidak menggunakan bahasa Madura dalam komunikasi sehari-hari.
Ahmad Ainol Horri, Sumenep
PORTAlSAPEKEN(Sumenep)- sebagai kabupaten paling timur wilayah Madura diketahui memiliki banyak pulau, baik yang berpenghuni maupun tidak. Kekayaan Kabupaten Sumenep, dengan wilayah yang cukup luas dan lautan yang yang cukup luas, juga memiliki daya tarik tersendiri.
Apalagi dari sisi budaya, daerah Sumenep memiliki ragam etnik yang tidak dimiliki daerah lain, termasuk juga bahasa. Meskipun Sumenep merupakan bagian dari suku Madura yang kesehariannya menggunakan bahasa Madura ternyata ada satu daerah yang sangat berbeda. Masayarakat kecamatan/pulau Sapeken ternyata kesehariannya menggunakan bahasa Bajo.
Pulau Sapeken, pada dasarnya adalah wilayah atau daerah yang dihuni oleh ragam suku, ada suku Bajo atau suku Same, suku Madura, Bugis, Jawa hingga Tionghoa. Namun dalam sejarahnya, wilayah ini lebih dominan dikuasai suku Bajo sehingga mereka semua sehari-hari sepakat menggunakan bahasa Bajo karena dari semua budaya yang ada menyatu dengan budaya Bajo.
Bahasa ini dianggap sebagai simbol pemersatu masyarakat Sapeken. Menariknya bahasa Bajo ini ‘mengalahkan’ bahasa suku lainnya terutama bahasa Madura sebagai bahasa pribumi masyarakat Sumenep secara keseluruhan terbukti banyak masyarakat Sapeken yang tidak paham/mengerti bahasa Madura.
Kendati demikian, berbagai keturunan suku yang hidup di Sapeken tidak membuat mereka saling menjatuhkan. Justru sebaliknya, persatuan dan rasa toleransi mereka sangat kuat. masyarakat Sapeken tidak pernah sentimen soal ras, bahasa atau pemahaman agama. Tetapi mereka menganggap tradisi dan kebudayaan suku Bajo sebagai warisan nenek moyang yang harus dijaga.
Rakbi, 47, warga warga Dusun 1 Kampung Kota Desa Sapeken keturunan suku Bugis menceritakan dalam sejarah pulau Sapeken tidak pernah ada peristiwa carok yang notabene dilekatkan dengan kebiasaan masyarakat Madura, apalagi pertumpahan darah dan pembunuhan. Padahal disana terdapat sejumlah suku dan perbedaan pemahamaan keagamaan hingga perbedaan agama.
“Di sini mayoritas bergama Islam namun terdiri dari organisasi Persis, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama bahkan ada juga agama Kristen dari keturunan Tionghoa,” ujarnya. Namun, lanjut Rakbi, meski berbeda tetap bersatu bahkan kalau ada perayaan Maulid Nabi dari organisasi Persis dan Muhammadiyah tetap mendukung dan nyumbang untuk kegiatan tersebut, begitu juga sebaliknya.
Tidak pernah ada peristiwa yang saling menyalahkan atau arogan dengan pemahaman, ras mereka tetapi yang terjadi antara tiga tokoh organisasi dan tokoh suku bersatu. “Sempat ada pesan ulama Puang Abu Hurairah atau Kiai Abdurrahim asal Sulawesi yang selalu diingat oleh masyarakat. Bahwa jika ada pertumpahan darah satu kali saja, maka akan berulang kali terjadi di Sapeken ini,” tuturnya.
Suku Bajo atau Same pada dasarnya hidup di laut yang asalnya dari Johor Malaysia. Kemudian ada juga yang mengatakan dari Filipina. Dahulu Suku Bajo ini hidup berpindah-pindah sehingga karena di Sapeken dianggap ada kehidupan mereka menetap disana kemudian diikuti oleh suku-suku yang lain. “ Suku Bajo atau Same ini dijadikan sebagai perekat antar suku yang hidup di Sapeken. Suku ini dianggap suku yan unik karena bisa bersatu dengan suku lain dan ini memiliki daya tarik bagi wisatawan karena sudah diakui Dunia dengan keunikannya” ungkap H Moh Ali Daeng Sandre, kepala Suku Bajo Sapeken.
Sampai sekarang tradisi suku Bajo masih tetap terjaga. Tradisi atau adat istiadat sering diperaktekkan dalam kegiatan penting bagi masyarakar Sapeken. Seperti mantenan, Khitanan menggunakan adat Bajoe sebab budaya ini memiliki spirit kasih sayang dan persatuan yang sangat kuat, “Makanya kami tetap jaga untuk kepentingan masyarakat Sapeken,” pungkasnya.
Sumber :Korankabar.com

COMMENTS