Laut adalah surga kehidupan kami. Disana separuh jantung hidup kami berdetak. Tempat megais rizki pa...
Laut adalah surga kehidupan kami. Disana separuh jantung hidup kami berdetak. Tempat megais rizki para warga kepulauan. Bagi sebagain warga mungkin lautlah penyambung asmara kehidupan mereka.
Hal ini dapat dilihat pada masyarakat nelayan, karakteristik yang mencolok adalah ketergantungan pada musim. Ada dua musim yang dilewati oleh masyarakat nelayan. Musim penangkapan (musim barat) dan musim paceklik (musim timur). Pada musim penangkapan para nelayan sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur. Sekarang,saat tiba musim barat yang seharusnya para nelayan menikmati hasil tangkapan mereka berubah menjadi musim paceklik yang berkelanjutan. Sebab, sebagai manusia terkalahkan oleh ketamakannya sendiri sehingga menjadikan sebagian dari mereka lebih menikmati cara mendapatkan uang dengan cara yang instan.
Sebagian masyarakat kepulauan sapeken tak ada lagi yang terbebani dengan mimpi jangka panjang untuk anak dan cucu mereka tentang pelestarian ekosistem laut. Contoh kecil. Lihat saja sampah - sampah berserakan di bibir pantai, sebagian ikan-ikan bermigrasi, dikarenakan tempat tinggal nya sudah tidak nyaman, bau tak sedap dari laut sudah berani bertamu kerumah warga yang ada di pesisir pantai, layaknya seperti bau kali yang ada di pinggiran kota. Hal ini menyebabkan tak ada lagi kesadaran masyarakat kepulauan tentang kelestarian alam dan makhluk lainnya atau mungkin ada,tapi tak ada pilihan lain selain laut!.
Dari hasil penelitian Prof Ramli Utina, di bajo gorontalo. Bahwa krisis ekologi tak semata soal teknis, tetapi perlu ditelusuri seluk-beluk spiritual manusia, pandangan hidup, kesadaran terhadap alam dan perilaku ekologis. Untuk itu, perlu kecerdasan ekologis (ecological intelligence) manusia, berupa pemahaman dan penerjemahan hubungan manusia dengan seluruh unsur beserta mahluk hidup lain.
Manusia cerdas ekologis, katanya, menempatkan diri sebagai kontrol lingkungan yang dituangkan dalam sikap dan perilaku nyata kala mempelakukan alam. “Alam semesta bukan hanya sumber eksploitasi tetapi rumah hidup bersama yang terus dilindungi, dirawat, ditata, bukan dihancurkan.
Bukan tidak mungkin lima tahun yang akan datang air laut persisir pantai kepulauan akan berubah warna. Kalau anda pernah berkunjung ke Tanjung Periuk Jakarta Utara atau pesisir laut Muara Angke, disana air laut tidak lagi biru malah warnanya sudah ke abu-abuan bukan berarti tanahnya yang berlumpur atau pencemaran yang diakibatkan oleh aktifitas industri tapi memang pinggiran lautnya dipenuhi sampah yang berserakan dimana-mana.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar.( QS Ar-Ruum: 41)
Menumbuhkan rasa cinta terhadap sesama apa lagi terhadap pelestarian alam menjadi jawaban. Bahwa manusia perlu saling menjaga, perlu saling merawat agar menjadi kearifan lingkungan dalam pemanfaatan secara berkelanjutan. Karena karakter ekologis wilayah pesisir dan lautan akan berimplikasi jika melibatkan kesadaran warga dan kerja sama dengan pemerintah setempat pada pola pengelolaan.
Penulis : Firdausi Nuzula

COMMENTS