ELEGI SANG DEWI

Ilustrasi dari google Oleh : Aqeeb Assapekani "Kehidupan itu begitu berharga akan lebih berharga bila kita menggunakannya dengan sebaik...

Ilustrasi dari google

Oleh : Aqeeb Assapekani

"Kehidupan itu begitu berharga akan lebih berharga bila kita menggunakannya dengan sebaik baiknya, tiap detik kita dituntut untuk mengambil keputusan yang terbaik, Pandanglah suatu hal dari banyak sisi"
Kata - kata itu masih membekas dalam benak dan pikiranku wi. Sebelum engkau benar - benar pergi, saat aku berada dalam keterpurukan dan keputusasaan, tapi dulu aku tak mengindahkan kata - katamu karena bagiku engkau masih terlalu muda untuk berkata seperti itu, aku tetap bersikeras dengan kehidupan yang aku jalani:..mabuk, judi dan pulang hampir tengah malam, selalu membuat keributan sampai orang - orang sekitar tak ada yang mau peduli lagi denganku, Cuma kamu wi, satu - satunya orang yang mau menemani aku, mencoba untuk menjadi sahabat yang baik buatku. Walaupun aku sering menertawakan nasehat yang kamu sampaikan kepadaku, begitu juga saat orang tuaku mengusirku dari rumah hanya karena mereka tidak tahan lagi mendidikku, kamu mencoba membujuk mereka hingga mereka mau menerimaku kembali.
Juni 2000
Waktu itu kau masih bersamaku wi, tertawa, bercanda di komplek perumahan permai di kota Jakarta, aku masih ingat waktu lulusan sekolah tingkat pertama, engkau memberiku hadiah cicak karet karena kau tahu aku sangat geli sama cicak. Lalu aku balas dengan boneka kucing karena aku juga tahu engkau jijik sama kucing, kau lari terbirit - birit sambil teriak karena mengira boneka itu adalah kucing sungguhan, akupun tertawa terbahak - bahak karena telah merasa puas membalas dendamku; kamu aneh wi, baru kali ini aku lihat perempuan takut sama kucing, biasanya perempuan itu penyayang sama kucing, alergi jawabmu ketika ku tanya tentang itu.
Agustus 2000
Rendy dan Dewi kecil sudah mulai memasuki dunia remaja, di sekolah lanjutan tingkat pertama kita berbeda sekolah, aku masuk SMA Negeri dan kau melanjutkan ke Aliyah Negeri karena tuntutan orang tuamu, alasan mereka supaya dapat pelajaran agama, tapi kita tetap selalu bersama, seolah kedekatan kita tak mungkin lagi terpisahkan. Kita selalu bercerita tentang sekolah masing - masing dan selalu membanggakannya, katamu sekolahmu selalu juara setiap diadakan kompetisi, gurunya ber-kompeten, mata pelajaran yang disampaikan juga berbobot, tapi ada satu hal yang lucu. baru beberapa bulan belajar di sekolah itu sudah ada yang menaruh hati ke kamu, namanya Bambang, orangnya cerdas, lucu, ganteng lagi "walaupun dia jadi perhatian kaum hawa di kelasku tapi aku gak tertarik, apalagi aku belum tahu kepribadiannya". katamu dengan wajah dilipat kayak dompet, eh bukannya menjauh ia malah makin agresif ngejar - ngejar kamu, ngasi bungalah, kirim puisilah, sok romantis. Aku tertawa geli dengar cerita itu. Gimana gak, kamukan anti banget ama yang namanya pacaran, waktu SMP saja berapa cowok yang mental karena kena damprat ama kamu, "habis mereka usil si" katamu waktu itu. Tapi aku heran hanya aku cowok satu - satunya yang bisa dekat sama kamu "kita kan sudah bersahabat dari kecil". sahutmu "ternyata cewek setomboy ini masih juga jadi perhatian para lelaki". Kau mencubitku kesal dengar ejekanku.
Desember 2000
Aku mulai berubah wi, aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan.minuman keras, berjudi, narkoba, bergelut dalam dunia hitam bersama genk - genk di sekolahku, apalagi kehidupan rumah tangga kedua orang tuaku mulai carut marut akibat bank yang dikelola papa dilikuidasi, aku mulai merasakan rumahku bagai neraka, orang tuaku mulai tak peduli lagi denganku, selalu meributkan hal - hal yang sepele, tentang perselingkuhan papalah dan papa selalu menyalahkan mama karena tidak bisa mendidik aku, disisi lain aku juga melihat perubahan pada dirimu wi, engkau berhijab, rambutmu yang pendek tak mau lagi kamu perlihatkan kepadaku, engkaupun tak lagi memakai celana jeans, tapi rok yang panjangnya hampir menutupi kakimu, bahkan engkau tak mau lagi menjabat tanganku, bukan muhrim ujarmu menjawab keherananku, namun kau tampak lebih feminim dengan pakaian seperti itu wi, kelihatan lebih anggun dari sebelumnya.
Aku mengejekmu dengan pakaian seperti itu, kau tak lagi agresif seperti dulu, ucapanmu kini lebih bijak dari sebelumnya, bahkan lebih berhati - hati dalam berbicara, ngomongin tentang morallah, keadilanlah, kebenaranlah, mana yang dilarang dan diperbolehkan agama, engkau semakin fanatik dengan agama, ekstrimis, aku malah tertawa melihat ocehanmu
"Pakaian seperti inilah yang disukai Allah" ungkapmu menampik ejekanku.
"Sok dewasa, sok bijaksana, mana Dewi yang dulu tomboy, agresif bisa manjat pohon melebihi kelakuan laki - laki" kilahku dengan nada mengejek.
"Malaikat apa yang merubahmu seratus delapan puluh derajat hingga seperti ini, dengan pakaian yang hanya nampak wajah saja, laki - laki mana yang mau memperhatikan kamu dengan pakaian seperti itu". Lanjutku.
Walau hati kecilku memungkiri bahwa pakaian seperti itu membuat kamu tampak lebih anggun,
"Jodoh ada di tangan Tuhan". Jawabmu bersikeras.
 Engkaupun membalikkan keadaan dengan mengkritik penampilanku, celana bolong antara betis dan lutut, rambut gondrong tak keruan, memakai tindik di telinga.
"Tak ubahnya perempuan". Ujarmu ketus.
Lalu sambil menahan emosi kau menjauh dari hadapanku.
Januari 2001 jam 00.00
Malam tahun baru kami merayakannya di rumah Arman salah satu ketua genk yang kami namakan BORJU singkatan dari Borongan Judi, karena kami memang berada dari kalangan orang yang berpunya. Kami pesta miras, berdansa dengan teman - teman wanita yang memakai pakaian ala Cleopatra, saat aku mengajakmu untuk ikut dalam perayaan itu kau menolaknya dengan alasan yang tidak masuk akal buatku. Akupun tak lagi menampik kata - katamu.
Malam 14 Februari 2001
Kali ini aku mengajakmu ke alun-alun untuk melihat konser musik dalam perayaan Valentin's Day.
"Bukan budaya kita". Bantahmu.
Perdebatan sengitpun terjadi, engkau berdalih dengan mengeluarkan ayat - ayat alqur'an yang membuatku semakin bingung, aku marah besar saat itu karena kamu tidak mau menuruti keinginanku, aku hampir saja memukulmu wi, seandainya tidak aku lihat air matamu menetes lebih dulu. Melihatmu menangis, akupun mengurungkan niatku untuk pergi.
Maret 2001
Aku sakaw wi, aku lari dari rumah karena tidak kuat melihat papa dan mama berseteru, mama memaksa papa untuk cerai karena tak tahan lagi melihat ulah papa, hampir semua perabotan rumah jadi sasaran. Semua berantakan. Lalu aku lari dari rumah dan menenangkan pikiranku pada obat terlarang ini wi, aku semakin tak sadarkan diri. Tapi kamu datang menghiburku, saat semua orang tak mau peduli sama aku
"Masih ada harapan untuk meneruskan perjalanan esok". Katamu di sela - sela ketidak sadaranku.
Kamu tidak menyalahkan aku karena melakukan hal yang seperti ini, sebab kamu mengerti, aku adalah satu - satunya anak tunggal yang saat ini hidup dalam keluarga broken home.
April 2001
Kini giliran kamu yang datang kepadaku wi, mengadu karena masalah sengketa tanah antara orang tuamu dengan juragan tanah yang ada dikompleks itu, padahal kau dan orang tuamu sudah lama menempati lahan itu, dan tempat tinggalmupun terancam. Jika tidak kau yang akan jadi korban untuk dijodohkan dengan juragan itu entah jadi istri yang ke berapa, jika itu terjadi maka cita - citamu untuk jadi seorang dokter akan terhenti, aku tak bisa berbuat apa - apa wi, selain hanya bisa merasakan apa yang kamu alami, aku juga heran kenapa engkau begitu percaya menceritakan masalah ini kepadaku daripada kakak dan orang - orang terdekatmu, padahal aku selalu meremehkanmu dan selalu tidak menggubris apa katamu.
"Kamu menyimpan kejujuran yang patut untuk dipercayai daripada orang lain yang hanya bisa berkata tanpa realisasi, munafik". Jawabmu.
Aku tersenyum mendengarnya. Aku pikir hanya aku yang mempunyai masalah seberat ini tapi ternyata kau juga mempunyai masalah yang lebih pelik dari aku, namun kau tetap tersenyum, tegar dan sabar, tak ada kesedihan dari raut wajahmu. Tidak seperti aku yang hanya bisa menumpahkan kemarahanku pada obat - obat terlarang.
"Karena hidup tak perlu disesali apalagi harus ditangisi". Ungkapmu.
Tapi Syukurlah mereka masih memberi waktu kepada orang tuamu untuk berpikir, dengan begitu kamu masih bisa selamat dari ancaman mereka.
Mei 2001
Aku diusir dari rumah wi karena sempat betengkar dengan papa, aku memang salah, aku pulang larut malam dan papa menemuiku dalam keadaan mabuk, aku juga kalah judi, handphone satu - satunya barang berharga yang aku miliki kugadaikan, papa marah besar. la menamparku dan membentak - bentak aku.
"Memalukan". Umpatnya.
Sementara mama cuma bisa menangis melihat keributan antara aku dengan papa. Tapi kamu mencoba untuk memberi pengertian pada papa, bahwa suatu saat aku akan berubah hingga papa mau menerimaku kembali.
Juni 2001
Tawuran antar pelajar, antara sekolahku dengan SMK yang ada didekatnya hanya karena masalah sepele, masalah wanita, salah satu siswa SMK tersebut mengganggu siswi dari sekolahku yang lewat di depan sekolah mereka, padahal waktu itu adalah saat - saat ujian wi. Aku dan gengku berada di depan dan memimpin berlangsungnya pertempuran tersebut. Tak dinyana sebuah tusukan mendarat diperutku karena aku mencoba mengejar salah satu siswa mereka yang masuk ke kawasan kami, apes bagiku ternyata itu jebakan dan akupun terjebak dikawasan mereka lalu salah satu dari mereka mengeluarkn sebuah pisau dan menusukkannya ke perutku,. Kamu panik wi, berharap orang - orang sekitar mau peduli denganku, beruntung aku masih bisa diselamatkan. Kamu setia menemani aku di rumah sakit dan selalu berdoa akan kesembuhanku, juga selalu memberi sepirit buatku agar jangan sampai berputus asa. Terimakasih wi. Aku mulai sadar akan petuah yang kau berikan kepadaku.
Juli 2001
Aku sembuh dari sakit, tapi tiba - tiba kamu datang wi dan membicarakan masalah kepergianmu,
"Aku benar - benar mau pergi Ren, demi masa depan". Jawabmu saat ku tanya tentang kepergianmu.
"Maafkan aku kalau pernah berbuat kesalahan, ini juga bukan atas kemauanku sendiri". Engkau melanjutkan.
Orang tuamu mengirimmu untuk melanjutkan sekolah di Kediri, mereka sudah mengurus semua surat - surat perpindahanmu.
"Ini masih ada kaitannya dengan sengketa tanah yang pernah diributkan orang tuaku dengan juragan tanah dikompleks itu.
“Orang tuaku rela melepas rumah yang kami tempati diatas tanah yang katanya milik juragan itu, daripada aku harus kehilangan masa depan". Ujarmu panjang lebar.
"Dan suatu saat mereka akan menyusul". Sambungmu. Mungkin kau tak akan kembali lagi ke Jakarta wi.
"Tapi bukankah masih ada jalan lain, kenapa harus ke Kediri?". kilahku bersikeras. Kamu menggeleng "ini sudah jalan lain, daripada harus aku yang jadi korban". Tukasmu. "lagipula ayahku mendapatkan pekerjaan tetap disana, sekaligus aku mau kursus Bahasa Inggris di Pare untuk mengembangkan bahasa Inggrisku yang masih mendasar dan demi cita - citaku menjadi seorang dokter". Lanjutmu.
Aku tak bisa berkata apa - apa lagi selain menyetujuinya..
Agustus 2001
Aku menghela nafas panjang melepas kepergianmu wi, aku akan merasa kehilangan. "kalau aku jadi dokter nanti aku akan membantu rakyat kecil yang tidak mempunyai biaya untuk berobat, aku akan mengobati mereka tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun". bisikmu ditelingaku. Aku tersenyum kamu masih mempunyai rasa sosial yang tinggi, "semoga". Balasku.
Aku akan mengenang kebersamaan kita wi, Rendi kecil dan Dewi kecil bermain dibawah guyuran hujan, mengejar layang - layang putus, hingga adanya perubahan pada diri kita saat menginjak usia remaja. Engkau menutup aurat, lebih mendekatkan diri pada agama, sedangkan aku hidup dalam dekapan keputusasaan. Namun tak kusangka engkaupun menitikkan air mata sebelum pergi. dan meninggalkan beberapa puisi untukku yang sudah kamu tulis sebelum kamu pergi.
"Semoga setelah kepergianku aku mendengar adanya perubahan dalam dirimu Ren, perubahan ke arah yang lebih positif”. katamu di sela - sela isak tangismu. lalu melanjutkannya dengan kata - kata filosofi yang sangat bijaksana tentang kehidupan, akupun sempat berpikir kalau kepergianmu hanya kerena tidak adanya perubahan pada diriku. Seandainya engkau tahu betapa hati kecilku selalu berontak untuk berubah. tapi keadaan yang memaksa aku seperti ini, aku janji wi kalau aku menemukan jalan keluar untuk keluargaku, aku akan berubah. Dan aku akan selalu ingat nasehat - nasehatmu. "kelengangan disebabkan perpisahan terkadang lebih parah dari kematian". aku sempat menyampaikan kata - kata itu sebagai pesan terakhir atas kepergianmu.
Lalu kubaca dengan seksama puisi yang engkau tulis untukku.
"Tidak semua bunga bisa jadi lambang cinta, tapi mawar bisa, tidak semua pohon bisa berduri kalau kehabisan air, tapi kaktus bisa dan tidak semua orang bisa jadi sahabat tapi kamu bisa".
"Wahai angin yang berhembus sejuk sampaikan pada lambaian waktu dan buncahan asa, bahwa sang dewi akan kembali bersama senyumannya untuk kembali menyambut indahnya Jakarta. Aku tersenyum, tiba - tiba air mataku menetes. Aku bangga dan kagum akan dirimu wi, ada harapan saat membaca bait terakhir dari puisimu kalau suatu saat engkau akan kembali ke Jakarta".
Desember 2001
Tiga bulan setelah kepergianmu wi, keadaan keluargaku semakin parah, mama dan papa benar - benar cerai dan papa kembali pada isteri mudanya, aku kalap. aku membakar rumah yang mereka tempati hingga aku mendekam di penjara selama dua tahun, mama menangis, pihak sekolah memberikan surat peberhentian atas diriku.
Juni 2003
Satu tahun lebih berada dalam jeruji besi mama membawa kabar tentang kamu kalau kamu sekarang sudah lulus dari sekolah lanjutan tingkat Atas dengan predikat baik dan berprestasi. kemudian berbekal bahasa inggris yang kamu dapati di pare kamu di terima di sebuah perguruan tinggi kedokteran di daerah itu dengan beasiswa. Sekaligus diberi kepercayaan untuk membantu ayahmu mengelola usahanya. Itu suratmu yang pertama setelah kepergianmu, engkaupun menceritakan keadaan disana, tentang keramahan orang - orang sekitar dan kepeduliannya terhadap sesama. Aku jadi semakin rindu kamu wi. Akhirnya keinginanmu untuk membantu rakyat kecil harnpir tercapai.


Desember 2003
Aku dibebaskan dari penjara, tapi kau juga tak kunjung kembali ke Jakarta mungkin sekarang kamu semakin sibuk. Lalu mama mengutusku ke salah satu pesantren di Yogyakarta untuk memperdalam ilmu agama, demi menghindari cemoohan dari orang - orang sekitar yang selalu menganggap aku jelek, seolah - olah sikapku sudah tidak bisa berubah. "Papa yang menghasut mereka". kata mama. Kasihan mama wi kini ia sendiri.
Januari 2005
Setahun berada di pesantren aku sudah menemukan jalan hidup wi, aku mulai mendapatkan ketenangan dan kedamaian hati, berkat tausiyah yang diberikan oleh ustadz Luthfi, usia kitapun sudah masuk pada taraf dewasa, aku dua puluh lima tahun dan kamu setahun berada di bawahku. Pak ustadz berniat mau menjodohkan aku wi dengan salah satu santriwati yang ada di pesantren itu, "tapi aku belum siap" jawabku. Aku harus kembali ke Jakarta dan mengabdi di sana, mereka sangat membutuhkan ajaran - ajaran agama.
Dalam setahun itu pula kita tak lagi saling memberi kabar mungkin karena mulai sibuk dengan aktivitas masing - masing.
Juli 2005
Aku kembali ke Jakarta, dan mengajar di madrasah yang ada di sekitar gang sempit yang kami tempati sekarang, mama pindah karena tidak kuat menahan umpatan dari orang - orang sekitar, apalagi papa semakin beringas, ia bersikeras menempati rumah satu - satunya harta benda yang dimiliki mama warisan dari eyang, aku tidak bisa berbuat sesuatu untuk membantu mama apalagi papa beralasan kalau itu juga karena ulahku, akhirnya mama menerima dengan lapang lalu hijrah ke gang sempit seperti ini. Tapi mama tetap bersyukur setelah melihat perubahan dalam diri anaknya, mama menitikkan air mata sambil memandang aku.
Desember 2005
Kali ini papa datang wi, ia memohon kalau ia ingin kembali untuk mama, katanya rumah tangga mereka berantakan, isteri muda papa minggat dengan laki - laki lain karena tahu papa tak punya pekerjaan tetap dan meninggalkan beban hutang untuk papa, hingga rumah kami di komplek itu disita. Apakah ini karma terhadap apa yang papa lakukan sebelumya? Ataukah peringatan dari Tuhan? Syukurlah mama mempunyai jiwa yang tabah dan tegar, ia mau menerima papa kembali. Ternyata papa juga masih sayang sama aku anak tunggalnya. la menyampaikan surat dari kamu yang sudah datang beberapa bulan yang lalu, setelah beberapa tahun kamu tak memberi kabar wi, aku kira kamu sudah lupa. Tapi maafkan aku, aku tak pernah memberi kabar tentang kehidupan keluargaku kepadamu wi, sampai - sampai kamu tak tahu tempat tinggal kami sekarang, karena aku tak mau kamu terganggu dengan masalahku, biarkan kamu tenang. Ini suratmu yang kedua wi, perlahan aku buka sampul surat itu, aku terkejut melihat selembar fhoto di dalamnya, dalam foto itu seorang perempuan berjilbab besar hampir menutupi seluruh anggota tubuhnya dan berkacamata, disampingnya seorang pria yang menggendong seorang bayi. Demi menghilangkan rasa penasaranku kubaca dengan jelas surat yang datang darimu wi, Dalam surat itu tertulis kalau perempuan yang ada di fhoto itu adalah kamu sedangkan laki - laki dan anak yang digendongnya adalah suami dan anakmu, kini kamu sudah menjadi seorang dokter wanita dengan predikat cumlaude. Aku senang, bahagia sekaligus bangga karena cita - citamu tercapai untuk menjadi seorang dokter dan mendapat suami yang sholeh. Akhir tahun ini kamu juga akan datang ke Jakarta karena ditugaskan disini, dengan begitu kamu akan melihat perubahan dalam diriku kalau aku juga sudah mengikuti jejakmu. -mendekatkan diri pada Tuhan- bukan lagi Rendi yang selalu pesimis dan egois. Tapi di balik itu semua aku menyimpan satu kekecewaan wi, sebab aku berharap jika kamu kembali nanti aku akan datang melamarmu, karena aku pikir kamulah satu - satunya wanita yang pantas jadi pendampingku. namun Tuhan telah menentukan segalanya. Seperti yang kamu bilang "kalau jodoh memang ditangan-Nya.
Terimakasih Tuhan Engkau telah kirim "sang dewi" sebagai penolong dalam rapuhnya keimananku. Semoga rasa sosialmu untuk membantu orang - orang kecil di sekitar Jakarta terealisasi wi.

            Yogyakarta, 2007

COMMENTS

Nama

Artikel,25,Berita,43,Budaya,9,Design Grafic,2,Ekonomi,4,Fiksi,9,Hacker,1,ingkungan,3,Islamia,9,Kepulauan,25,kesehatan,7,Life style,6,Lingkungan,9,Mancanegara,5,music,2,Nasional,30,Opini,25,Otomotif,5,Pendidikan,1,Photografi,2,Pilkada,3,Politik,15,Sapeken,13,Suku Bajo,9,Teknologi,2,Tokoh Kepulauan,2,Wisata,1,
ltr
item
Portal Sapeken: ELEGI SANG DEWI
ELEGI SANG DEWI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3fDpB4j4HBx_hbOXoJ73gZnhRtL5z2ASvqxnAycEuX8Zeb9wg3gt5NjaowOspouYgQ6CKz5PmejQljn6ADncXKSY69xayA-8JZ7MKSQMGpoH5h9uPsxrbEEzuokE6L3qohURtWEdeKow/s320/girls-591552_960_720.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3fDpB4j4HBx_hbOXoJ73gZnhRtL5z2ASvqxnAycEuX8Zeb9wg3gt5NjaowOspouYgQ6CKz5PmejQljn6ADncXKSY69xayA-8JZ7MKSQMGpoH5h9uPsxrbEEzuokE6L3qohURtWEdeKow/s72-c/girls-591552_960_720.jpg
Portal Sapeken
http://sapekenpojok.blogspot.com/2016/04/elegi-sang-dewi.html
http://sapekenpojok.blogspot.com/
http://sapekenpojok.blogspot.com/
http://sapekenpojok.blogspot.com/2016/04/elegi-sang-dewi.html
true
5243400067103319867
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy