Nasib nelayan di Kepulauan Kangean dan Sapeken, termasuk Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep, sungguh memprihatinkan. Sudah jatuh, tertimp...
Nasib nelayan di Kepulauan Kangean dan Sapeken, termasuk Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep, sungguh memprihatinkan. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Di saat kondisi cuaca laut tak bersahabat untuk melaut, mereka juga tak dapat leluasa melaut. Sebab daerah penangkapan ikan mereka saat ini sudah didesak oleh para nelayan penangkap ikan yang menggunakan jaring trol dan peralatan canggih lainnya. Warga setempat biasa menyebut nelayan semacam itu dengan sebutan “porsen”. Para nelayan porsen ini berasal dari wilayah luar Kepulauan Kangean dan Sapeken.
Kondisi ini membuat nelayan tradisional memilih tidak lagi melaut. Mereka tidak berani pergi ke lokasi mencarian ikan yang letaknya lebih jauh, sebab cuaca laut sangat tidak bersahabat. Sementara di lokasi mereka biasa menangkap ikan, yang jaraknya lebih dekat dari daratan, sudah dikuasai oleh nelayan porsen. Perahu dan sampan nelayan tradisional berjejer di tepi pantai, nganggur tak dipergunakan. Akibatnya, nelayan sendiri kesulitan untuk mendapatkan ikan. Jangankan untuk dijual, untuk konsumsi sehari-hari mereka saat ini saja sering sulit.
Persoalan porsen ini tak hanya menjadi persoalan ekonomi bagi nelayan tradisional setempat, namun juga menimbulkan persoalan sosial dan hukum. Beberapa tahun lalu, karena saking kesalnya dengan ulah porsen, para nelayan tradisional yang ada di Pulau Sapeken, menangkap mereka dan membawa perahunya ke daratan. Nelayan lain yang ada di pulau tersulut emosi dan beraramai-ramai ingin membakar kapal porsen. Beruntung massa dapat ditenangkan tokoh masyarakat. Usai peristiwa tersebut, nelayan porsen tak lagi beroperasi di dekat Pulau Sapeken. Meski begitu, porsen tetap beroperasi dengan mengambil lokasi yang berdekatan dengan pulau-pulau lain.
Paling anyar adalah, peristiwa penangkapan porsen oleh para nelayan di desa Pajennangger, Kecamatan Arjasa. Peristiwa yang melibatkan masyarakat dan kepala desa ini hampir berujung anarkis. Beruntung, tak ada bentrokan fisik dalam peristiwa ini. Hasilnya, nelayan porsen tak lagi beroperasi di dekat pantai atau di lokasi nelayan dari desa Pajannangger biasa menangkap ikan.
Namun, lagi-lagi peristiwa tersebut tidak membuat kapok nelayan porsen. Mereka masih tetap beroperasi, dengan menempati lokasi berbeda. Saat ini nelayan porsen menangkap ikan di tempat nelayan asal Desa Kangayan, Kecamatan Kangayan biasa menangkap ikan. Jika malam hari, cahaya lampu dari kapal-kapal porsen itu benderang sampai kelihatan ke daratan.
Perseteruan antara nelayan ini juga hampir sama dengan yang terjadi di Bangkalan, Madura. Bedanya, di Bangkalan, nelayan yang terlibat konflik dan seteru sama-sama nelayan tradisional yang berasal dari Kwanyar, Bangkalan dan Pasuruan. Meski latar belakang konflik berbeda, namun isu yang mengemuka tetap sama, perebutan lahan penangkapan ikan.
Malah konflik yang terjadi di Bangkalan lebih akut, meski sama-sama bersuku Madura, konflik keduanya seperti sudah menjadi seteru yang hampir terbilang sering, yang hampir setiap terjadi konflik hampir selalu memakan korban jiwa.
Pola penyelesaian konflik nelayan di Bangkalan tentu berbeda dengan penyelesaian konflik nelayan yang terjadi di Kepulauan. Untuk kasus konflik di Bangkalan, perlu keterlibatan tokoh agama dan pemerintah setempat, apakah itu kiai dari Bangkalan dan Pasuruan, maupun Bupati dari kedua kabupaten. Masyarakat di dua daerah tersebut masih menganut budaya patronase, kiai dan pejabat pemerintah masih didengar wejangannya.
Mengapa semua konflik antara nelayan harus segera diakhiri? Sebab setiap konflik selalu berujung pada kerugian para nelayan sendiri. Dan masing-masing pihak akan mempertahankan posisi dan pendapat, meski nyawa taruhannya. Sebab, menyangkut persoalan kehidupan mereka bersama anak dan keluarganya.
Untuk kasus konflik nelayan di Kepulauan Kangean dan Sapeken, dengan kapal-kapal porsen, perlu pendekatan perspektif sosial, hukum tentu berdasar pada kepentingan ekonomi masyarakat setempat. Sebab alat tangkap yang digunakan oleh porsen terikat aturan penangkapan ikan. Alat tangkap ikan yang dipergunakan terbilang canggih dan modern, dan beroperasi di wilayah nelayan tradisional telah beroperasi secara turun-temurun.
Perlu ada tindakan tegas dari pihak berwenang dan aparat terkait untuk menertibkan kapal-kapal porsen yang menangkap ikan di lokasi penangkapan ikan nelayan tradisional setempat. Sebab, di samping telah meresahkan masyarakat, juga menimbulkan dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan ikan di perairan tersebut.
Lemahnya penegakan hukum bagi porsen yang beroperasi di wilayah nelayan tradisional akan membuat masyarakat terpicu untuk melakukan tindakan main hakim sendiri. Para nelayan secara sporadis dan cenderung melakukan perbuatan anarkhis. Bisa saja, kapal porsen melakukan pembelaan secara fisik pula, jika nyawa atau properti yang mereka miliki terancam. Akan terjadi gesekan fisik antara nelayan di tengah laut yang sangat mengerikan, jika itu terjadi.
Hal tersebut bukan sesuatu yang mustahil, dan tidak mungkin terjadi, seperti yang pernah terjadi di Kepulauan Masalembu, Sumenep, Madura, beberapa tahun lalu. Nelayan setempat merasa resah dengan keberadaan kapal-kapal porsen yang menangkap ikan wilayah para nelayan tradisional biasa menangkap ikan.
Tak pernah mendapat penyelesaian konkret dari pihak berwenang. Para nelayan sepakat untuk menangkap satu kapal porsen yang beroperasi. Dengan anarkhis para nelayan kemudian membakar kapal porsen, dan membiarkan awak kapal pulang ke daerah asal.
Jika setiap persoalan selalu dihadapi dengan pola kekerasan dan anarkisme, maka masyarakat kita kembali kepada masa lalu, hukum rimba dan kehidupan barbarisme berlaku. Perlu kearifan dari para nelayan sendiri, juga perlu sikap tegas penegak hukum dan aparat berwenang.
Sehingga masing-masing pihak bisa bekerja dan mencari nafkah untuk menghidupi anak dan keluarganya, dengan nyaman dan tenang. Tidak ada perahu yang terbakar, apalagi darah yang mengalir atau nyawa yang melayang. Namun nelayan tradisional juga bisa makan dan menyekolahkan anak-anak mereka. Jangan dibiarkan nelayan tradisional bertarung dengan porsen yang notabene dimiliki pemodal besar, dengan kekuatan besar pula dalam menangkap ikan.
Penulis : Hidayaturrahman
Sumber : hidayatsahabatkita.com

COMMENTS