SUARA-SUARA DI BALIK GUBUK

gambar dari google Oleh Aqeeb Assapekani Sejak pagi tadi langit masih saja mendung, tak ada benih-benih hujan yang turun, begitu juga mataha...

gambar dari google

Oleh Aqeeb Assapekani
Sejak pagi tadi langit masih saja mendung, tak ada benih-benih hujan yang turun, begitu juga matahari, ia enggan menampakkan keperkasaannya; menepati janjinya pada siang. Lalu apa gunanya mendung kalau toh hujan yang diharapkan para petani untuk menumbuhkan bibit - bibit padi mereka tak jua turun, kemarau yang berkepanjangan telah mengeringkan sawah dan ladang mereka sehingga panen yang ditunggu - tunggu bulan ini harus gagal akibat kemarau. Tapi bagi para pengguna jalan, terutama bagi para pedagang keliling atau kaki lima yang menghamparkan dagangan mereka dipinggir - pinggir jalan, mendung kali ini adalah berkah. setidaknya bisa membuat mereka leluasa menawarkan dagangan mereka, tak ada lagi peluh akibat sengatan matahari dan tak perlu basah kuyup atau mencari tempat berteduh untuk menghindar dari guyuran hujan, walaupun masih ada rasa was - was jika tiba - tiba saja hujan turun.
Sementara dari kejauhan senja tampak sepenggalan, tapi Zahra masih saja enggan beranjak dari tempat duduknya, ia tetap setia menemani bocah - bocah itu berlarian, bermain dipinggir trotoar diantara riuhnya kendaraan bermotor, ada yang sempat menjual suaranya untuk mengganjal perut.
Hingga malampun tiba.
"Ayo adik adik sudah malam, saatnya kita pulang" ajak Zahra pada bocah-bocah itu.
Tanpa mengulangi kedua kalinya mereka sudah menuruti perintah Zahra, menghentikan aktivitas mereka untuk kembali ke gubuk, walaupun mereka masih menikmatinya. Bagi mereka Zahra adalah segala-galanya; sebagai sahabat, kakak, guru dan orang tua mereka. Sejak peristiwa gempa 27 Mei 2006, yang membuat mereka kehilangan sanak famili, harta benda dan kebahagiaan, serta kasih sayang, tempat tinggal mereka rata dengan tanah. Kejadian itu telah merenggut orang-orang terdekat mereka, sampai akhirnya mereka terlantar dan terdampar menjadi penghuni gubuk sungai Gajah Wong di salah satu daerah di kota Yogyakarta. Syukurlah masih ada yang mau peduli dengan mereka, salah satunya Zahra, mahasiswa di salah satu universitas di Yogyakarta ini pernah bertugas menjadi relawan di tempat itu, hingga tempat itu dan penghuninya telah menyatu dengannya terutama bocah-bocah itu bagaikan bintang yang enggan meninggalkan malam, dan saat ini Zahra menghabiskan liburannya bersama mereka, ia rindu akan suasana itu.
Malam sudah mencapai titik penghabisan, jam menunjukkan pukul 23.00. sementara Zahra tak bisa sedikitpun memejamkan matanya, ia tetap duduk di luar menjaga anak anak itu. Biasanya Zahra baru bergeming dan masuk ke dalam gubuk pas jam 00.00 ketika pagi sudah menggantikan malam. Dan baru memejamkan matanya ditengah bocah - bocah itu. Sesekali terdengar nyanyian dari dalam gubuk, Zahra bangkit dari tempatnya mengawasi anak-anak itu, menyibak tirai gubuk yang tertutup kain.
"Sinta, kamu belum tidur?" ujarnya lembut pada anak yang bernyanyi tadi yang ternyata bernama Sinta.
"Belum kak, sebelum kakak mendongeng di dekat Sinta, Sinta belum mau tidur" jawab anak itu manja.
Zahra pun masuk dan terlentang di tengah bocah - bocah itu "mau dongeng apa, Batarayuda atau Kancil dan Buaya atau....." belum habis tawaran yang ia berikan, anak itu memotongnya.
"Untuk malam ini Kancil dan Buaya saja kak, besok baru yang lain".
Dengan asyiknya Zahra mulai mendongeng tentang kancil yang licik yang selalu mempermainkan buaya yang ingin melahapnya. Tak terasa anak yang dipanggil Sinta itupun terlelap sambil memeluk Zahra, melihat anak itu terlelap Zahra menghentikan ceritanya dan tersenyum. Lalu ia teringat saat - saat kecil dahulu sewaktu orang tuanya masih hidup, setiap sebelum tidur papa dan mama selalu berdongeng didekatnya sebagai pengantar tidur, tentang kisah para Nabi, pahlawan pembela bangsa seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Pattimura, Gajah Mada dan lain - lain hingga kisah para wali. Setelah dewasa orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Lalu ia memutuskan untuk meninggalkan desa dan melanjutkan kuliah di Yogyakarta bersama Budenya. Zahra adalah anak satu - satunya dan berhak atas warisan yang ditinggal kedua orang tuanya yang berkecukupan. Dulu ia sempat hampir mempunyai adik laki-laki, namun adiknya tidak sempat merasakan keindahan dunia. la lebih dulu di panggil Tuhan. Setelah itu ibunya tak melahirkan lagi.
Apa yang dialami Zahra tidak jauh beda dengan apa yang dialami bocah-bocah yang sedang bersamanya. Hanya bedanya saat ditinggal orang tuanya Zahra sudah dewasa, sementara bocah - bocah itu masih kecil - kecil, masih haus akan kasih - sayang orang tua. Tak terasa butiran - butiran air bening menetes dari kelopak matanya. Dipandangnya anak itu satu persatu sebelum ia juga hanyut dalam buaian mimpi.
***
"Bintang kecil dilangit yang biru, amat banyak menghias angkasa....."
Nyanyian bocah - bocah itu membuat Zahra terhenti dari buaian mimpi, dan tersentak ketika melihat mentari menyapanya dengan cahayanya seolah mengingatkan kalau hari ini induk ayam telah lebih dulu berkokok “astaghfirullah”. la benar - benar kaget, tak biasanya ia bangun kesiangan. seharusnya dialah yang membangunkan anak-anak itu dan menyapa matahari, tapi kali ini sebaliknya nyanyian bocah-bocah itulah yang membangkitkannya dari tidur, ia segera beranjak dan bergegas mandi lalu mengajar anak-anak itu bernyanyi, menggambar, rnembaca dan melukis. Diantara mereka ada yang belum merasakan bangku sekolah, ada yang terputus ditengah jalan dan ada pula yang belum sempat melanjutkan ke jenjang pendidkian yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Zahra sangat prihatin terhadap mereka dan membagi ilmu yang ia miliki kepada bocah - bocah itu. Mereka tampak senang dan melupakan pahitnya peristiwa yang pernah mereka rasakan. Cuaca hari itu agak cerah, tak seperti kemarin walau mendung sesekali datang.
"Kita belajar apa pagi ini anak - anak?"
"Nyanyi kak" jawab mereka serempak.
Zahra-pun bernyanyi diikuti suara bocah - bocah itu, dengan semangatnya mereka mengikuti lantunan nyanyian yang dibawakan Zahra. Mereka tampak terhibur.
Selesai belajar bernyanyi, saat matahari tampak sepenggalan dan panas mulai menyengat mereka berhamburan ke jalanan, bermain dan bersenda gurau, ada yang mengamen; mencoba untuk hidup mandiri. Begitulah kebiasaan yang mereka lakukan tiap hari. Zahra tampak senang memperhatikan mereka
"Semoga saja peristiwa yang menimpa mereka tahun lalu, tidak membuat mereka trauma" harap Zahra dalam hati sembari tersenyurn. Ia duduk disamping trotoar dekat jembatan, disebelahnya duduk seorang anak yang bernama Mila, bocah yang paling kecil diantara bocah - bocah itu.
Melihat tukang balon tiup lewat, Zahra memanggilnya lalu membelinya dua buah, yang satu untuknya dan yang satu diberikan pada Mila. Dimasukkannya sebuah benda serupa lidi yang diujungnya sudah dibentuk buletan ke dalam botol yang berisi cairan berbusa, lalu ditiupnya busa balon hingga membentuk gelembung - gelembung balon, satu, dua lalu menjadi banyak, gelembung balon ini terbang hingga pecah ditiup angin, tak berapa lama ponselnya berbunyi. Sms dari bude.
"Zahra hari ini km hrs dtg ket4 bude ada satu bal pntg yang perlu dibicarakan"zahra mengerlitkan kening bertanya – tanya “ada apa sehingga bude menyuruhnya pulang hari ini?".
Kemudian perlahan jempolnya mulai memencet tombol-tombol ponsel membalas sms bude. Setelah itu ia memanggil Ihsan anak yang paling tua diantara bocah - bocah itu.
"Hari ini kakak mau pergi, ada hal penting yang harus diselesaikan, jaga adik -adik kamu baik - baik ya" ucapnya pada anak itu.
Zahra mengambil satu lembar uang seratus ribuan dari dalam tasnya, diserahkannya uang itu pada Ihsan.
"Ini untuk bekal kalian hari ini, insya Allah besok kakak kembali, ingat jangan pulang larut malam"Ihsan mengangguk.
Zahra lalu menghentikkan taksi dan pergi menuju rumah bude.
"Maguwoharjo pak" gumamnya pada sopir taksi, tanpa basa basi. Seperti terhipnotis sang sopirpun mengangguk, taksipun meluncur. Dalam taksi Zahra melamun mengingat anak - anak didiknya, mereka sudah menjadi sebuah keluarga yang tak mungkin bisa terpisahkan, mereka sudah menyatu walaupun terlahir dari rahim yang berbeda. Tak terasa taksi yang ditumpanginya tiba di tempat tujuan membuat lamunannya terhenti
"Kiri pak" ujarnya.
Taksi berhenti, tatapan Zahra langsung tertuju pada argo yang terletak didepan sopir, ia membuka tasnya lalu mengambil selembar uang dua puluh ribuan dan membayarnya. Setelah mengambil kembaliannya ia buru - buru masuk ke dalam rumah.
Sementara dalam gubuk bocah - bocah itu sudah mulai berkumpul kembali. Mereka membeli makanan untuk makan malam dari bekal yang diberikan Zahra siang tadi. merekapun makan dengan lahapnya.
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, setelah shalat subuh Zahra mengganti pakaiannya ia hendak kembali ke gubuk itu, namun di luar awan tampak hitam menutupi bumi, perlahan - lahan hujan mulai turun. Zahra tetap saja melanjutkan perjalanannya. Tak peduli hujan turun semakin deras.
"Ini tanggung jawab" batinnya.
Setelah keluar dari taksi. Tiba – tiba………., Langkahnya terhenti, Hatinya tersayat, perasaannya terluka, pandangannya tak bergeming dari pemandangan yang begitu menyakitkan, betapa tidak, sepagi ini gubuk - gubuk itu telah rata dengan tanah, dalam hujan selebat ini tanpa ampun, buldoser telah mengangkut puing - puing sisa gubuk itu. Tampak polisi pamong praja mengusir para penghuni Gajah Wong, ada yang menerima, ada pula yang tak bergeming dari tempatnya. Mereka menolak relokasi yang ditawarkan pemerintah untuk pembangunan mall. Ke mana lagi mereka akan menetap, setelah rumah mereka luluh lantak oleh gempa, kini mereka harus menanggung derita itu kembali; penggusuran.
Lalu, kemana bocah - bocah itu, apakah mereka sudah pergi? Dari kejauhan tiga orang bocah dengan basah kuyup menghampiri Zahra, sambil menangis mereka memeluk Zahra. ia tampak menyesal mengapa ia tega meninggalkan bocah - bocah itu, dengan deraian air mata Zahra hanya bisa menyaksikan puing-puing gubuk itu rata dengan tanah. Dalam hati ia berkata “mengapa mereka begitu tega membuat anak-anak itu menderita.
Kini tak ada lagi nyanyian sumbang menjemput pagi, tak ada lagi dongeng – dongeng pengantar tidur. Tak ada lagi, canda, tawa keceriaan di tengah hiruk pikuk kendaraan kota. Yang tersisa hanya puing – puing sisa bangunan yang di hantam buldozer tanpa ampun.

Yogyakarta 2007



COMMENTS

Nama

Artikel,25,Berita,43,Budaya,9,Design Grafic,2,Ekonomi,4,Fiksi,9,Hacker,1,ingkungan,3,Islamia,9,Kepulauan,25,kesehatan,7,Life style,6,Lingkungan,9,Mancanegara,5,music,2,Nasional,30,Opini,25,Otomotif,5,Pendidikan,1,Photografi,2,Pilkada,3,Politik,15,Sapeken,13,Suku Bajo,9,Teknologi,2,Tokoh Kepulauan,2,Wisata,1,
ltr
item
Portal Sapeken: SUARA-SUARA DI BALIK GUBUK
SUARA-SUARA DI BALIK GUBUK
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUalIxKc5O_Z461UBIDtoTU0VLfT5F_FGMARnQRlMcgNxcSka2oY2MnMk5jV3S3VGpQhmAH59TiXIt4XjVHbjWnDi91S0NWNZ_nEE1hrPbRdNB50pYeum7WAt0TGL65unUD2CHD1cfNCY/s320/home_sweet_forest_house_fantasy_digital_art_hd-wallpaper-1623579.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUalIxKc5O_Z461UBIDtoTU0VLfT5F_FGMARnQRlMcgNxcSka2oY2MnMk5jV3S3VGpQhmAH59TiXIt4XjVHbjWnDi91S0NWNZ_nEE1hrPbRdNB50pYeum7WAt0TGL65unUD2CHD1cfNCY/s72-c/home_sweet_forest_house_fantasy_digital_art_hd-wallpaper-1623579.jpg
Portal Sapeken
http://sapekenpojok.blogspot.com/2016/04/suara-suara-di-balik-gubuk.html
http://sapekenpojok.blogspot.com/
http://sapekenpojok.blogspot.com/
http://sapekenpojok.blogspot.com/2016/04/suara-suara-di-balik-gubuk.html
true
5243400067103319867
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy