Indonesia memang tersusun atas berjuta pulau yang terangkai dalam Nusantara. Namun siapa sangka, masih banyak loh, pulau yang tak berpenghun...
Indonesia memang tersusun atas berjuta pulau yang terangkai dalam Nusantara. Namun siapa sangka, masih banyak loh, pulau yang tak berpenghuni dari Sabang sampai Marauke. Bahkan, ada juga pulau yang hampir diakusisi oleh negara tetangga, saking ‘kuwalahannya’ pemerintah dalam mengelola semua pulau yang ada di Indonesia ini. Ya, ampun!
Eh, tapi tahu nggak sih kamu, ternyata di Indonesia ini ada loh pulau yang sangat sangat padat penghuninya! Dan, pulau ini menjadi pulau terpadat di dunia! Ini dia, Pulau Bungin! Seperti apa bentuknya? Berikut ini ulasan dari Hipwee Travel!
Apa dan di mana sih Pulau Bungin itu? Buka dulu peta Indonesia-mu!
Pulau ini terletak di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya berada di teluk Alas, Kecamatan Alas. Pulau ini berada sekitar 70 kilometer ke arah barat dari kota Sumbawa Besar. Konon, menurut legenda masyarakat setempat, pulau ini kali pertama ditemukan oleh Palema Mayu, salah seorang anak Raja Selayar. Palema datang ke Sumbawa beberapa saat sebelum Gunung Tambora meletus, pada 1812. Bungin yang dulu hanyalah berisi pasir putih dan pohon bakau, nggak kayak sekarang. hehe
Banyak cara untuk menuju ke Pulau Bungin. Dari jalur darat hingga laut, pemerintah sudah menyediakan buat para travelers.
Banyak cara untuk menuju pulau terpadat di dunia ini. Sudah ada jalan darat yang bisa kamu tempuh hingga 90 menit lamanya dari Kota Sumbawa Besar. Atau perahu motor, ojek, hingga cidomo.
Jangan tercengang dan tetap tenang, ada sekitar 3.400 orang yang akan langsung menyambut kedatanganmu di Pulau Bungin!
Begitu perahu motor hampir sampai di Pulau Bungin, jangan tercengang kalau pulau ini nggak punya garis pantai, ya! Karena hampir seluruh pulau ini sudah dibangun rumah-rumah warga. Total ada sekitar 3.400 jiwa yang mendiami pulau seluas 8,5 hektar ini. Uniknya, setiap tahun pulau ini bisa bertambah luas. Ya, karena setiap orang yang menikah di Pulau Bungin, mau nggak mau harus membangun rumah dengan mengeruk pasir dan karang mati dari laut. Membangun sebuah rumah panggung khas Suku Bajo di tepian pantai. Bayangin betapa sempitnya tinggal di pulau ini!
Untuk akses jalannya sendiri hanya sekitar 1,25 meter! Nyaris udah nggak ada lahan kosong di sini. Halaman cuma ada di dua sekolah dasar di pulau ini. Itu pun nggak cukup luas untuk anak-anak bermain.
Cuma ada satu suku di pulau kecil ini. Perkenalkan, mereka adalah Suku Bajo, pengembara dan pelaut ulung se-Nusantara.
Penghuni Pulau Bungin adalah para pelaut tangguh di seluruh Nusantara. Mereka adalah Suku Bajo atau ‘Orang Laut’, ‘Sama Bajau’, atau ‘Gipsi Laut’. Suku yang belum diketahui asal usulnya ini memang merupakan pengembara paling hebat se-Nusantara. Bahkan, kini penyebarannya telah mencapai Kalimantan, Nusa Tenggara, hingga Filipina bagian selatan! Dan Pulau Bungin menjadi pemberhentian mereka untuk meregenerasi silsilah Suku Bajo.
Sebagai catatan, asal usul Suku Bajo ini masih simpang siur, belum ada kepastian dari mana mereka berasal. Tapi, isu yang berkembang, Suku Malagasi (Madagaskar), masih ada hubungannya dengan Suku Bajo. Entahlah, semoga segera terpecahkan.
Yang paling unik adalah budaya dan kepercayaan masyarakat Pulau Bungin. Dari Upacara adat Toyah hingga tradisi untuk tidak hijrah.
Upacara adat Toyah merupakan upacara pemanjatan doa untuk keselamatan kehidupan sang anak ketika dewasa kelak.
Sejak kecil, bahkan ketika baru lahir, anak-anak suku ini sudah dikenalkan pada dunia bahari lewat Upacara Toyah. Upacara keadatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak pada dunia bahari. Tujuh wanita memangku si bayi secara bergantian di atas ayunan yang terayun. Maksudnya, ayunan itu merupakan gambaran akan gelombang lautan yang kelak akan dihadapi sang anak ketika dewasa nanti. Ritual ini juga menjadi wahana dalam pemanjatan doa untuk keselamatan sang anak kelak.
Selain budaya seperti Upacara Toyah, Suku Bajo juga memiliki budaya untuk tidak merantau layaknya masyarakat lain. Suku Bajo yang telah menduduki Pulau Bungin seolah nggak cocok untuk tinggal di tempat lain selain Bungin. Pernah beberapa warga yang telah menikah, mencoba merantau meninggalkan Pulau Bungin. Namun, nggak lama setelah kepindahannya, mereka menjadi sakit-sakitan. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali dan membangun rumah di Pulau Bungin.
Sudah seperti kebudayaan adat, setiap orang yang menikah, sang suami harus menguruk tanah dan karang mati dari tengah lauut untuk membangun rumah di sisa lahan atau tepi pantai (reklamasi). Nggak ada batasan seberapa luas dia mau mendirikan rumah panggung, tetapi seberapa kuat dan mampu dia mengumpulkan bahan-bahan bangunan yang dipakai untuk membangun rumah.
Justru kepadatan populasi ini menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Setiap Minggu, Pulau ini makin ramai!
Percaya nggak percaya, pulau ini setiap akhir pekan selalu ramai akan tamu yang datang. Kebanyakan turis dari mancanegara yang penasaran dan tertarik untuk mengetahui kebudayaan dan keunikan Pulau Bungin ini. Siapa yagn mau ke sini?
So, tertarik untuk mengunjungi pulau terpadat di dunia ini? Oh, iya. Di sini, kamu bisa menyaksikan kambing yang demen banget makan kertas! Absurd nggak tuh?
Sumber : rahmanopick.blogspot.com
COMMENTS